RINGKASAN
Dalam lintasan sejarah pembentukan peraturan perundang- undangan di Indonesia sejak awal reformasi hingga saat ini, 2020 bisa menjadi tahun bersejarah dalam dunia pembentukan peraturan perundang-undangan. Pasalnya, terdapat perubahan signifikan dalam metode pembentukan hukum tersebut. Metode pembentukan itu dikenal dengan istilah Omnibus Law. Metode pilihan menggunakan Omnibus ini memang menarik. Metode “satu untuk semua” ini memang memiliki beberapa keunggulan untuk dapat dengan cepat merapikan dan mengharmonisasikan undang-undang yang tumpang tindih dan tidak beraturan. Memang tidak ada keseragaman istilah dan praktik penggunaannya. Tetapi paling sederhana, Omnibus Law adalah “A draft law before a legislature which contains more than one
subtantive matter or several minor matters which have been combined into one bill, ostensibly for the sake of convenience” (Duhaime Legal Dictionary). Berangkat dari hal itu, menariknya Indonesia kemudian menggunakan metode Omnibus ini untuk membungkus beberapa undang-undang dengan membentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Melalui UU Cipta kerja diyakini pemerintah sebagai strategi jitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan investasi karena UU ini melakukan deregulasi terhadap beberapa ketentuan penyelenggaraan bernegara. Ironinya, pasca diterbitkannya UU Cipta Kerja perbincangannya dalam ranah publik cukup menghangat. Pasalnya, ada beberapa pihak yang mendukung, dan tidak sedikit juga yang menolaknya. Masalahnya, regulasi tersebut menggabungkan begitu banyak UU dalam satu UU. Ada 11 klaster dengan isi 174 pasal, tetapi menyisir kurang lebih 1.000-an di 79 UU multisektor.
Full Text : Laporan Penelitian MK