Fakultas Hukum Universitas Andalas bersama Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melaksanakan kegiatan ekspose dan finalisasi pembahasan draft laporan akhir penyusunan petunjuk teknis penetapan tanah ulayat dan tanah komunal di Hotel Kuningan Raya, Jakarta pada hari Senin hingga Selasa tanggal 15-16 Agustus 2022. Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa instansi seperti Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Dalam Negeri. Kegiatan ekspose diadakan sebagai tahapan finalisasi dalam penyusunan petunjuk teknis penetapan tanah ulayat dan tanah komunal kerja sama antara Fakultas Hukum Universitas Andalas dengan Kementerian ATR/BPN. Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari dimana pada hari pertama dilaksanakan acara pemaparan dan pembahasan draft hasil laporan akhir serta diskusi kemudian dilanjutkan hari ke dua dengan acara penyampaian materi-materi yang berkaitan dengan petunjuk teknis penetapan tanah ulayat dan tanah komunal oleh narasumber yang ahli di bidangnya.
Kegiatan ini diawali oleh pemaparan materi mengenai perbedaan antara tanah ulayat, hak ulayat, tanah komunal dan tanah adat dari Ketua Tim Peneliti, Kurnia Warman. Dimana dijelaskan menurut UU No 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria, Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat yang dikenal dengan istilah hak ulayat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Kemudian Kurnia Warman juga membedakan antara tanah adat dan tanah ulayat. Adapun tanah adat adalah tanah yang status kepemilikannya ditentukan berdasarkan hukum adat.
Dapat dikatakan tanah adat adalah semua tanah yang ada di wilayah adat yang belum dikonversikan statusnya oleh negara dalam hal ini pemerintah. Tanah adat biasanya dikuasai langsung oleh lembaga adat atas nama masyarakat adat untuk menyelenggarakan suatu urusan tertentu. Pada dasarnya, di dalam wilayah adat tersebut terdapat bidang-bidang tanah yang mempunyai status yang berbeda-beda. Salah satunya status tanah adat tersebut adalah tanah yang dikuasai oleh lembaga adat. Biasanya tanah itu digunakan untuk kepentingan masyarakat seperti membangun jalan, tempat ibadah dan lain sebagainya. Tanah seperti itu yang dikategorikan sebagai tanah ulayat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tanah ulayat adalah bidang tanah dalam wilayah adat yang dikuasai langsung oleh lembaga adat melalui ketua atau pimpinan adat. Dimana tanah ulayat ini merupakan bagian dari tanah adat. Sementara itu, tanah komunal adalah tanah yang subjeknya kelompok bersama yang ditentukan oleh silsilah keturunan.
Kemudian kegiatan ekspose dilanjutkan dengan membahas draft petunjuk teknis penetapan tanah ulayat dan tanah komunal yang dipandu oleh Timoraya Saragih selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pada Kegiatan Pengaturan TanahKomunal, Hubungan Kelembagaan dan PPAT pada Direktorat Pengaturan Tanah Komunal, Hubungan Kelembagaan dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional termasuk membahas mengenai tahapan-tahapan petunjuk teknis penetapan tanah ulayat dan tanah komunal.
Hari berikutnya, terdapat 3 narasumber yang mengemukakan materi sesuai dengan keahliannya. Pemaparan pertama dimulai dari Wira perwakilan Kementerian Dalam Negeri yang membahas mengenai tata cara/mekanisme pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat yang merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Wira menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi indikator untuk mengindentifikasi masyarakat hukum adat dalam suatu wilayah yang sifatnya fakultatif diantaranya:
- Batas wilayah adat;
- Hukum adat;
- Kelembagaan pemerintah;
- Masyarakat hukum adat;
- Harta kekayaan benda.
Menurut Wira dalam menetapkan masyarakat hukum adat diperlukan beberapa tahapan seperti melakukan identifikasi, validasi dengan melaporkan kepada pemerintah daerah serta tahapan yang terakhir adalah pemerintah daerah menetapan surat keputusan (SK) kepala daerah. Menurutnya untuk menetapkan suatu masyarakat hukum adat maka cukup melalui SK kepala daerah. Alasannya pengurusan SK kepala daerah cukup terjangkau dan prosesnya tidak terlalu lama serta legitimasinya yang cukup kuat.
Petunjuk teknis ini nantinya akan membantu pelaksanaan kegiatan identifikasi dan inventarisasi tanah ulayat yang ada di Indonesia. Terakhir, diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat mengatasi permasalahan tanah yang dirasakan oleh masyarakat serta memfasilitasi keinginan masyarakat untuk memberikan kepastian hukum bagi objek tanahnya.